Senin, 27 Februari 2012

KEKUASAAN DAN KEADILAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.      Pengertian Kekuasaan
Dari sudut etimologi, kekuasaan secara sederhana dan umum diartikan sebagai “kemampuan berbuat dan bertindak” (power is an abnility to do or act). Secara terminologi memperlihatkan bahwa kekuasaan adalah suatu kemampuan yang terdapat didalam hubungan antar manusia (sosial) sebagai wadah penerapan kekuasaan. Kekuasaan  oleh Miriam Budiardjo, yaitu kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa hingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempuanyai kekuasaan itu. 1
Secara umum ada dua bentuk kekuasaan:
1.      Pertama kekuasaan pribadi, kekuasaan yang didapat dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar pengikut mengagumi, respek dan terikat pada pemimpin.
2.      Kedua kekuasaan posisi, kekuasaan yang didapat dari wewenang formal organisasi.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh pada orang lain artinya kemampuan untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok. Kekuasaan juga berarti kemampuan untuk mempengaruhi individu, kelompok, keputusan, atau kejadian. Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi. Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh (influence) yaitu tindakan atau contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok.
Kekuasaan, menurut pakar sosiologi – politik, berasal dari lima sumber, yaitu:
a)      Kekuatan (kekerasan) fisik
b)      Kedudukan atau jabatan
c)      Kekayaan
d)     Kepercayaan atau keyakinan
e)      Ketrampilan dan keahlian.
2.      Pengertian Keadilan
Kata keadilan dalam bahasa Inggris adalah justice yang berasal dari bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda yaitu (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan (3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate). 2
Sedangkan kata adil dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.3 Untuk menggambarkan keadilan juga digunakan kata-kata yang lain (sinonim) seperti qisth, hukm, dan sebagainya. Sedangkan akar kata ‘adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu (misalnya “ta’dilu” dalam arti mempersekutukan Tuhan dan ‘adl dalam arti tebusan). 4
Untuk mengetahui apa yang adil dan apa yang tidak adil terlihat bukan merupakan kebijakan yang besar, lebih-lebih lagi jika keadilan diasosiasikan dengan aturan hukum positif, bagaimana suatu tindakan harus dilakukan dan pendistribusian menegakkan keadilan, serta bagaimana memajukan keadilan. Namun tentu tidak demikian halnya jika ingin memainkan peran menegakkan keadilan
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Teori Kekuasaan Machiavelli
1.1.   Situasi Sosial Politik
Machiavelli lahir di masa zaman Renaissanse. Istilah zaman Renaissance dalam konteks sejarah Barat diartikan sebagai kebangkitan kembali minat yang sangat besar terhadap warisan Yunani dan Romawi kuno dalam berbagai aspek. Bagi para sejarawan, renaissance dianggap sebagai starting point perkembangan peradaban eropa, hal ini dikarenakan Pertama, pencapaian keberhasilan manusia renaissance di berbagai bidang. Kedua, kebangkitan kembali minat terhadap warisan Yunani dan Romawi kuno. Ketiga, terjadinya perubahan terhadap pola fikir manusia dari teosintrik menjadi antroposentrik. Keempat, terjadinya perlawanan terhadap otoritas gereja yang melahirkan kebebasan intelektual dan agama. Kelima, memunculkan wawasan baru mengenai relasi negara, agama dan moralitas. Dapat dikatakan zaman renaissance merupakan jaman peralihan antara zaman kegelapan (Dark Ages) abad pertengahan ke zaman pencerahan (Enlightenment Age).
Adapun yang melatar belakangi dinamika perubahan zaman dimasa itu adalah Pertama, terjadinya perkembangan kapitalisme dan merkantilisme melalui kontak perdagangan antara peradaban timur dan barat hal ini menyebabkan terjadinya perubahan dalam masyarakat dari masyarakat agraris berorientasi desa menuju masyarakat berorientasi kota, sehingga memunculkan kota-kota baru. Kedua, perang salip yang berlangsung abad X dan XII jusru memberikan dampak positip bagi dunia barat. Karena perang ini terjadilah kontak perdagangan antara dunia barat (kristen) dengan dunia timur (islam), dari hubungan inilah terjadi tranmisi peradaban, dimana kegemilangan peradaban islam menular ke eropa, khususnya Itali.
Ketiga, pertikaian antara agama kristen dengan ilmu pengetahuan. dimasa itu terjadi perlawanan kaum cendikiawan melawan dogma-dogma gereja dimana hasil temuan dari para cendikiawan dianggap sebagai penyimpangan terhadap doktrin gereja. Hal ini justru menimbulkan konflik diantara keduanya. Penyebabnya, karena gereja dalam menangani konflik dengan cara-cara kekerasan dan kekejaman, hal ini menimbulkan benih-benih perlawanan dan semakin berkembangnya humanisme di Italia mengakibatkan terjadilah perubahan yang menganggap manusia sebagai pusat dunia.
Abad pertengahan yang mengsakralkan cosmos berubah dan mengesahkan terjadinya persaingan kekuaasaan, manusia saat itu menjadi sangat agresif, mencari dan mengejar apa yg belum dimiliki dan menjaga semampu mungkin apa yg telah di dapat. Setting sosial politik saat itu sangat chaos, khususnya dalam hal perebutan kotoritas kekuasaan.
1.2 Kekuasaan Menurut Machiavelli
Kekuasaan menurut Machiavelli bersandar pada pengalaman manusia. Kekuasaan memiliki otonomi terpisah dari nilai moral. Karena menurutnya, kekuasaan bukanlah alat untuk mengabdi pada kebajikan, keadilan dan kebebasan dari tuhan, melainkan kekuasaan sebagai alat untuk mengapdi pada kepentingan negara. Dalam pemikiran Machiavelli kekuasaan memiliki tujuan menyelamatkan kehidupan negara dan mempertahankan kemerdekaan. 5
Hal ini dapat dilihat dalam karyanya The Prince, dimana kekuasaan seharusnya merujuk pada kepentingan kekuasaan itu sendiri, tidak lain untuk mewujudkan kekuasaan yang  kuat.6   Ia menyarankan penguasa, sebagai pemilik kekuasaan seharusnya mampu mengejar kepentingan Negara, demi kejayaan dan kebesarannya. Penguasa harus mampu menjaga kedaulatan negara dari berbagai ancaman yang mungkin terjadi, untuk itu penguasa harus prioritaskan stabilitas negara dan selalu dalam kondisi siaga dalam menghadapi berbagai kemungkinan serangan musuh. Untuk itu penguasa haruslah memperkuat basis pertahanan dan keamanan negara serta kedaulatan dan kesatuan negara harus diprioritaskan.
Dalam konteks ini, menurut Machiavelli, hukum memiliki peranan sebagai penengah untuk mencapai persatuan dan kesatuan bangsa negara. Namum hukum tidak akan berjalan tampa adanya intervensi dukungan penguasa. Peranan hukum yang besar dalam upaya tercibtanya stabilitas kekuasaan akan lebih baik bilamana didukung oleh kekuatan militer.7 
Kekuasaan menurut Machiavelli merupakan alat yang mengabdi pada kepentingan negara. Kekuasaan, dalam hal ini kekuasaan militer, juga merupakan merupakan dasar negara yang utama, bahkan melampaui hukum. Oleh karena itu, ajaran Machiavelli dinamakan ajaran tentang “Kepentingan Negara” (staatraison). Jadi, negara adalah tujuan akhir dari kekuasaan. Bahkan demi tujuan akhir tersebut, Machiavelli mengabaikan tujuan-tujuan lainnya, seperti keadilan, kebebasan, dan kebaikan bagi warga negara.
Hal ini tentu saja tidak sejalan dengan etika kekuasaan di negara demokrasi dimana rakyat adalah tema sentral dari kekuasaan. Namun ada unsur pemikiran Machiavelli yang masih relevan dengan konteks negara demokrasi, yaitu, dalam hal bagaimana meraih kekuasaan. Seseorang dapat meraih kekuasaan, menurut Machiavelli apabila dalam dirinya terdapat dua hal, yaitu, keberuntungan (fortuna) dan kecerdikan (virtu).
Keberuntungan menentukan separuh dari dapat diraihnya kekuasaan, separuh lainnya, atau hampir sebanyak itu, ditentukan oleh kecerdikan individu tersebut. Digambarkan olehnya bahwa manusia harus mempersiapkan diri dengan virtunya agar ketika “banjir” keberuntungan itu datang, dia telah siap untuk menghadapinya dan menggunakan keberuntungan tersebut sebaik-baiknya demi meraih kekuasaan.
Ada kecenderungan bahwa orang yang kekuasaannya lebih didasarkan pada kecerdikan, lebih kuat kedudukannya. Semakin orang tidak mengandalkan keberuntungan, akan semakin kuat kedudukannya. Sebaliknya, orang yang meraih kekuasaan lebih karena keberuntungan sehingga didapatkannya tanpa usaha keras, akan mengalami kesulitan besar dalam usahanya mempertahankan kekuasaan.
Dalam era demokrasi pun banyak unsur pemikiran Machiavelli tentang mempertahankan kekuasaan yang layak untuk dipakai, namun tentunya dengan penyesuaian berupa penghalusan cara-cara tindakan. Misalnya, pemikirannya tentang seorang penguasa harus mengetahui bagaimana menggunakan sifat manusia dan sifat binatang, dan bahwa menggunakan salah satu tanpa yang lainnya tidak akan dapat bertahan. Kedua sifat ini memang harus dimiliki penguasa. Dalam hal sifat binatang, Machiavelli mengatakan bahwa seorang penguasa harus menjadi rubah agar mengenal perangkap-perangkap dan menjadi singa untuk menghalau serigala-serigala. Jelas sifat ini perlu dimiliki penguasa sebab dalam politik di era demokrasi ini terdapat banyak perangkap-perangkap dan ancamanancaman dari lawan-lawan politik. Sifat binatang ini hanya dipakai apabila terdapat ancaman bagi kelangsungan kekuasaan, diluar kondisi itu, penguasa sepatutnya kembali bersifat manusia. Untuk menghindari datangnya perangkap dan ancaman, dapat diantisipasi dengan beberapa cara, misalnya, tidak menambah kekuasaan seseorang (bawahan) yang sudah kuat, tidak memasukkan orang yang terlalu kuat ke dalam jajaran kabinet, kalau seandainya ada seseorang yang menjadi terlalu kuat di dalam kabinet sehingga berpotensi melampaui kekuasaannya, sebaiknya diberhentikan.
Pemikiran Machiavelli lainnya yang masih layak dipakai dalam praktek negara demokrasi adalah berupa nasehat-nasehat. Tentang hubungannya dengan militer, Machiavelli mengatakan bahwa seorang penguasa ideal ialah seorang penguasa yang harus sanggup menjadi panglima militer yang cakap dan trampil serta yang benar-benar dapat mengendalikan angkatan perang dengan baik. Penguasa dalam negara demokrasi adalah juga seorang panglima tertinggi dalam angkatan perang, maka penguasa harus bisa menunjukkan perannya danbisa mengendalikan militer sebaik-baiknya. Selain itu, penguasa yang kuat adalah mereka yang mempunyai pasukan yang besar atau bisa menghimpun angkatan perang yang mampu menghadapi setiap ancaman kedaulatan negara.
2.      Teori Keadilan
2.1  Teori Keadilan Aristoteles
Pandangan-pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam buku nicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang, berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. 8
Yang sangat penting dari pandanganya ialah pendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteless menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan.
Lebih lanjut, dia membedakan keadilan menjadi jenis keadilan distributif dan keadilan korektif. Yang pertama berlaku dalam hukum publik, yang kedua dalam hukum perdata dan pidana. Kedailan distributif dan korektif sama-sama rentan terhadap problema kesamaan atau kesetaraan dan hanya bisa dipahami dalam kerangkanya. Dalam wilayah keadilan distributif, hal yang penting ialah bahwa imbalan yang sama-rata diberikan atas pencapaian yang sama rata. Pada yang kedua, yang menjadi persoalan ialah bahwa ketidaksetaraan yang disebabkan oleh, misalnya, pelanggaran kesepakatan, dikoreksi dan dihilangkan.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan “pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.9
Di sisi lain, keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu pelanggaran dilanggar atau kesalahan dilakukan, maka keadilan korektif berusaha memberikan kompensasi yang memadai bagi pihak yang dirugikan; jika suatu kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si pelaku. Bagaimanapun, ketidakadilan akan mengakibatkan terganggunya “kesetaraan” yang sudah mapan atau telah terbentuk. Keadilan korektif bertugas membangun kembali kesetaraan tersebut. Dari uraian ini nampak bahwa keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan keadilan distributif merupakan bidangnya pemerintah.6
Dalam membangun argumennya, Aristoteles menekankan perlunya dilakukan pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat kasus dan yang didasarkan pada watak manusia yang umum dan lazim, dengan vonis yang berlandaskan pandangan tertentu dari komunitas hukum tertentu. Pembedaan ini jangan dicampuradukkan dengan pembedaan antara hukum positif yang ditetapkan dalam undang-undang dan hukum adat. Karena, berdasarkan pembedaan Aristoteles, dua penilaian yang terakhir itu dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas tertentu, sedangkan keputusan serupa yang lain, kendati diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan, tetap merupakan hukum alamjika bisa didapatkan dari fitrah umum manusia.10
2.2  Teori Keadilan Sosial John Rawlss
Lain halnya dengan Aristoteles, John Rawls yang hidup pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada saat itu.
John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung.
Istilah perbedaan sosial-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan terutama sebagai alternatif bagi teori utilitarisme sebagaimana dikemukakan Hume, Bentham dan Mill.
Rawls berpendapat bahwa dalam masyarakat yang diatur menurut prinsip-prinsip utilitarisme, orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi pula bahwa pelayanan demi perkembangan bersama akan lenyap. Rawls juga berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa yang dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini pertama-tama diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat.
Menurut Rawls, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan yang sedemikian rupa sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang kecil. Kedua, ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang. Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus ditolak.
Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. 11
Dengan demikian, prisip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.

BAB III
PENUTUP

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi tentang kekuasaan dan keadilan yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Kelompok banyak berharap bapak dosen memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kelompok demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi kelompok pada khususnya juga para mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum.
Fariz Pradipta Lawz, Sistem Hukum Administrasi Negara dalam Konsep Welfare State. Makalah.
John Rawls, 2006. A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973, yang sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Kilcullen, R. J. “Tape 11: Rawls, A Theory of Justice (Draft)”.http://www.humanities.mq.edu.au/ Ockham/y6411.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.
Machiavelli. Diskussus, dalam terjemahan “The Discourses”, The Modern Library, New York, 1950, Bab XIIdan Bab XVII.
Rapar, J.H. 2001. Filsafat Politik Plato, Aristotales, Agustinus, Machiavelli. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
The Philosophy Club. “Rawls’s Theory of Justice”. http://www.sydgram.nsw.edu.au/ College_Street/extension/philosophy/rawls.htm. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.
Wahid, Abdurrahman, Konsep-Konsep Keadilan, http://www.isnet.org/~djoko/Islam/ Paramadina/00index, diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.









1 Fariz Pradipta Lawz, Sistem Hukum Administrasi Negara dalam Konsep Welfare State. Makalah. Hlm. 6.
2 Kilcullen, R. J. “Tape 11: Rawls, A Theory of Justice (Draft)”.http://www.humanities.mq.edu.au/ Ockham/y6411.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.
3 Wahid, Abdurrahman, Konsep-Konsep Keadilan, http://www.isnet.org/~djoko/Islam/ Paramadina/00index, diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.
4 The Philosophy Club. “Rawls’s Theory of Justice”. http://www.sydgram.nsw.edu.au/ College_Street/extension/philosophy/rawls.htm. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2011.
5 Rapar, J.H. Filsafat Politik Plato, Aristotales, Agustinus, Machiavelli. Raja Grafindo Persada, Jakarta. 2001. Hal. 430
6 Machiavelli, Niccolo., Op. Cit., Bab II
7 Lihat, Machiavelli. Diskussus, dalam terjemahan “The Discourses”, The Modern Library, New York, 1950, Bab XIIdan Bab XVII.
8 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum ...., hlm. 24
9 Ibid, hal 25.
10 Ibid, hal. 26-27.
11 John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973, yang sudah diterjemahkan dalam bahasa indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) SEBAGAI KEKUATAN POLITIK INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) mulai dikenal di Indonesia di awal 1970-an sejalan dengan perkembangan pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan Soerharto. Meskipun pemerintah pada waktu itu mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar 8% per tahun, kemiskinan menyebar luas dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan telah menciptakan ruang bagi LSM untuk memainkan peranan didalam kegiatan ekonomi, sosial, dan politik.1
Memasuki masa reformasi pada saat ini sangat kita ketahui bahwa LSM mempunyai peranan yang sangat penting didalam sistem pemerintahan Republik Indonesia. Lembaga ini bukan hal baru yang ada ditengah masyarakat. Saat masa Presiden Soeharto memerintah yang dikenal dengan masa Orde Baru banyak muncul aktivis LSM yang berasal dari masyarakat kalangan menengah. Dan pada masa itu para LSM dibiayai dan difasilitasi oleh Pemerintah untuk mendukung segala rencana kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah yang berkuasa. Dan sebagai timbal baliknya Pemerintah memberikan bantuan dan rasa aman kepada lembaga tersebut. Hal ini disebabkan oleh Pemerintah tidak mampu untuk menggerakkan massa dengan segala keterbatasannya sehingga kelompok ini sangat dilibatkan sebagai alat dari Pemerintah untuk menjalankan seluruh agendanya.
Perkembangan LSM pada masa Orde Baru tak berjalan sesuai dengan fungsi yang seharusnya dilakukannya ditengah masyarakat. Lembaga tersebut lebih dikekang oleh Pemerintah untuk kepentingan politik tersendiri. Seiring berjalannya waktu saat mulai pudarnya tatanan pemerintahan yang disusun oleh Presiden Soeharto fungsi dan peranan LSM yang belum terlihat pada masa itu sudah mulai mengarah kepada keadilan yang seharusnya diterima oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat bahwa pada masa akhir kepemimpinan Orde Baru yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang seharusnya mengutamakan kebebasan dalam kehidupan bernegara.
Setelah jatuhnya kepemimpinan Presiden Soeharto oleh mahasiswa-mahasiwa Indonesia adalah awal dari masuknya reformasi atau yang lebih dikenalnya dengan sistem demokrasi yang menekankan bahwa setiap orang itu memiliki Hak Asasi Manusia (HAM) yang harus dihormati dan setiap orang memiliki kebebasan yang mutlak untuk melakukan hal apa saja yang diinginkannya asal tidak melanggar hukum. Pada masa ini LSM berkembang dengan sangat pesat mulai menunjukkan eksistensinya ditengah masyarakat. Masyarakat yang terlibat pada dalam lembaga ini tentunya merupakan sebuah langkah awal menunjukkan bahwa sistem demokrasi di Indonesia memang sudah berjalan.
Era reformasi ini membawa perubahan yang sangat besar sekali bagi politik Indonesia. Terutama munculnya LSM menandai bahwa telah adanya mobilisasi dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi, terlibat, dan ikut berperan serta didalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan fungsi permerintahan. Sehingga disini dapat terlihat bahwa LSM dapat menjadi sebuah lembaga yang dapat merubah kebijakan pemerintah. Hal ini kembali lagi kepada proses demokratisasi yang sangat diagung-agungkan dalam sistem Pemerintahan RI sehingga mendorong lembaga ini dapat berperan dan berfungsi sebagai kekuatan politik yang ada di Indonesia selain birokrasi, militer, partai politik, dan lainnya.
Kejatuhan rezim Soeharto dan proses demokratisasi yang mengikutinya di Indonesia mengarah kepada mendesaknya wacana tata pemerintahan yang baik, akuntabilitas, dan transparansi dari institusi-institusi publik. LSM yang aktif dalam memantau kegiatan Negara dan institusi politik lain dan muncul sebagai organisasi pengawas.2 Dimulai dengan keterlibatan penuh LSM didalam pemilu 1999, sekarang hampir semua aspek lembaga Negara diawasi oleh LSM. Publik Indonesia mengenal berbagai macam organisasi, misalnya Indonesian Corruption Watch (ICW), Parliament/Legislative Watch (DRP-Watch), Government Watch (GOWA), Police Watch (PolWatch) dan Pemantauan Anggaran (FITRA).
Bukti LSM memiliki fungsi sebagai kekuatan politik sudah dapat kita liat dari masa Orde Baru. Namun dimasa itu peran dan fungsinya masih minim sehingga lembaga ini tidak bisa berjalan dengan baik. Namun di awal reformasi sampai sekarang lembaga ini seperti jamur ditengah masyarakat, artinya sudah sangat banyak sekali berada ditengah masyarakat. Ada yang bergerak dibidang politik dan juga sosial ataupun ekonomi.

BAB II
KONSEP

1.      Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM adalah sebuah kekuatan tersendiri dalam model tiga sektor (three sector model), yang terdiri dari pemerintah sebagai Sektor Pertama, Dunia Usaha sebagai Sektor Kedua dan lembaga voluntir. Sebagai Sektor Ketiga, LSM berkedudukan sebagai lembaga penengah yang menengahi pemerintah dan warga negara. Kerap kali, LSM memang harus bersikap kritis terhadap pemerintah, tetapi adakalanya LSM bertindak pula sebagai penjelas kebijaksanaan pemerintah. Sikap kritis itu hendaknya dipahami, karena LSM itu memang tumbuh sebagai kekuatan pengimbang, baik terhadap pemerintah maupun swasta. Kekuatan pengimbang ini diperlukan agar mekanisme demokrasi dapat bekerja. Selain itu, LSM tidak mesti dapat dinilai sebagai kekuatan oposan, karena LSM adalah dua mitra pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan.3
Andra L. Corrothers dan Estie W. Suryatna mengidentifikasi empat peranan yang dapat dimainkan oleh LSM dalam sebuah Negara yaitu:
1.      Katalisasi perubahan sistem. Hal ini dilakukan dengan mengangkat sejumlah masalah yang penting dalam masyarakat, membentuk sebuah kesadaran global, melakukan advokasi demi perubahan kebijaksanaan negara, mengembangkan kemauan politik rakyat, dan mengadakan eksperimen yang mendorong inisiatif masyarakat.
2.      Memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan pejabat negara dan kalangan business.
3.      Memfasilitasi rekonsiliasi warga negara dengan lembaga peradilan. Hal ini dilakukan karena tidak jarang warga masyarakat menjadi korban kekerasan itu. Kalangan LSM muncul secara aktif untuk melakukan pembelaan bagi mereka yang menjadi korban ketidakadilan.
4.        Implementasi program pelayanan. LSM dapat menempatkan diri sebagai lembaga yang mewujudkan sejumlah program dalam masyarakat.4
Jadi secara singkat  dapat dikategorikan peran LSM menjadi dua kelompok.5 Pertama, peranan dalam bidang non politik, yaitu berupa pemberdayaan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi. Kedua, peranan dalam bidang politik, yaitu sebagai wahana untuk menjembatani warga masyarakat dengan negara atau pemerintah. 
BAB III
ANALISIS

            Didalam bab analisis ini kelompok kami akan membahas peran dan fungsi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kekuatan politik Indonesia melalui contoh kasus yang benar-benar real terjadi. Kasus yang kami angkat dalam pembahasan kali ini adalah mengenai pelaporan dari salah satu LSM yang ada di Pekanbaru mengenai bukti pembayaran iklan kampanye salah satu kandidat yang ikut dalam Pemilukada Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru tahun 2011 memakai dana APBD Provinsi Riau. Berikut adalah berita yang kami dapat dari Koran Harian Tribun Pekanbaru 29 Oktober 2011:
LSM Koalisi Masyarakat Pekanbaru Anti Suap (Kompas), melaporkan pasangan calon Walikota Pekanbaru Septina-Erizal ke Panwaslu Pekanbaru, Jumat (28/10). LSM ini mengadukan Pemprov Riau telah menggunakan APBD untuk membayar biaya iklan di media massa.  Iklan tersebut adalah iklan pasangan Septina-Erizal, Berseri. Kompas mengadukan ke Panwaslu, tindakan Pemprov tersebut menguntungkan pasangan Septina-Erizal pada kontestasi Pemilukada Pekanbaru lalu. LSM Kompas melaporkan Pemprov Riau menggunakan duit sekitar Rp 400 juta untuk pemasangan iklan tersebut. Barang bukti berupa 26 lembar kwitansi pembayaran iklan ke media massa. Pemasangan iklan tersebut pada periode Mei 2011.

Pelapor atas nama Anis Murzil. Sedangkan saksi  penyerahan laporan bernama Sri Mulyono. Laporan diterima Ketua Divisi Umum Panwaslu Pekanbaru, Dendy Gustiawan.Menyertai laporannya, Anis menyerahkan barang bukti kepada Dendy. Kwitansi iklan diterbitkan oleh perusahaan media massa.Pada kwitansi ini, nama media tertulis pada bagian kepala surat. Pada salah satu kwitansi, tertulis kalimat berbunyi 'menerima uang dari Pemprov Riau'.  Kalimat lainnya, tertulis untuk pembayaran iklan dengan judul parade foto forum lintas etnis dukung Berseri. Bagian lainnya, menuliskan nominal Rp 4 juta. LSM juga menyerahkan barang bukti lain berupa daftar rekap piutang iklan Pemprov pemasangan iklan ke media massa.5

Dari berita yang tercetak dalam Koran harian Tribun Pekanbaru diatas dapat kita lihat bahwa adanya pelaporan mengenai pemakaian dana APBD Riau untuk pembayaran iklan kampanye pasangan kandidat Septina-Erizal di media massa oleh salah satu LSM yang ada di Pekanbaru yaitu Kompas (Koalisi Masyarakat Pekanbaru Anti Suap). Septina, kandidat yang merupakan istri dari Gubernur Riau Rusli Zainal disinyalir telah menggunakan uang Pemerintah Provinsi Riau untuk membiayai dana iklan kampanye dimedia massa sebesar Rp 400 juta pada Pemilukada kota Pekanbaru tahun 2011.
Anis yang merupakan pelapor dari LSM Kompas memberikan sejumlah bukti kwitansi pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov Riau kepada salah satu media massa cetak Pekanbaru. Didalam kasus ini dapat kita lihat bahwa LSM telah menjalankan peranannya didalam Negara sebagaimana yang telah dikatakan oleh Andra L. Corrothers dan Estie W. Suryatna adalah LSM sebagai memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara, bahkan bila perlu melakukan protes. Hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan pejabat negara dan kalangan business.
LSM sedang berada dalam proses belajar bagaimana fungsi pengawasan mereka merupakan bagian dari persamaan proses menciptakan check and balances, dan tidak lagi merupakan agenda politik yang berdiri sendiri dibawah pengawasan Pemerintah seperti yang terjadi pada masa Orde Baru.6 Fungsi pengawasan terhadap segala kegiatan Negara memang bukan fungsi dari LSM itu sendiri, tapi juga telah dilakukan oleh para aktor lainnya seperti Partai Politik. Kalau kita perhatikan parpol lebih dipandang sebagai alat untuk menjadi pemimpin atau menjadi anggota legislative didalam sebuah Negara itu terlihat parpol menjalankan fungsi ketika pemilu tiba, sedangkan ia melalaikan fungsinya sebagai agregasi yaitu sebagai tempat penampung segala aspirasi rakyat untuk disampaikan kepada pemerintah.
Kompas telah berhasil menjembatani masyarakat dan pemerintah dengan melaporkan kasus tersebut kepada Panwaslu yang sebelumnya telah beredarnya foto bukti kwitansi pembayaran dana iklan kampanye di media massa yang memakai dana APBD Riau pada sebuah akun facebook yang tidak diketahui siapa adminnya. Pembicaran mengenai kasus tersebut telah hangat diperbincangkan didunia maya. Keterlibatan istri Gubernur Riau didalamnya memberikan respon yang buruk dari masyarakat. Oleh sebab itu pihak Kompas melaporkan hal tersebut kepada Panwaslu pekanbaru, sehingga memainkan peranannya sebagai wahana untuk menjembatani warga masyarakat dengan negara atau pemerintah.
Dengan pelaporan yang telah dilakukan oleh LSM Kompas tersebut hasil mengenai keputusan yang akan diambil belum juga ditentukan. Padahal ini sudah menyangkut sebuah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan oleh istri Gubernur Riau. LSM itu sendiri menilai bahwa adanya keberpihakan pihak Panwaslu terhadap salah satu kandidat dan sangat menguntungkan kandidat bila itu tidak terbukti dan akan tetap maju pada Pemilukada Ulang Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru tahun 2011. Jika memang Panwaslu tidak berpihak kepada salah satu kandidat maka keputusan tentunya akan berubah. Sehingga sanksi yang paling berat menurut analisis kelompok kami adalah dengan didiskualifikasikannya kandidat yang telah melakukan kecurangan dikarenakan hal tersebut telah melanggar hukum.
Berangkat dari kasus tersebut LSM sendiri telah bisa melakukan fungsinya sebagai pengawasan ditengah masyarakat. LSM adalah sebuah lembaga yang terpisah dari Negara atau bisa juga dikatakan bahwa LSM adalah lembaga non Pemerintah yang didalamnya berisikan masyarakat kalangan menengah dan atas yang satu mempunyai tujuan yang sama. Kompas adalah bukti bahwa LSM itu berfungsi sebagai kekuatan politik yang dapat merubah arah kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah.
Jika kita telaah satu persatu mengenai kegiatan atau fungsi dan peranan apa saja yang dimainkan sendiri oleh LSM hanya bisa dihitung sedikit sekali LSM yang fokus terhadap perannya, mereka lebih condong kepada kemana masalah atau uang berada. Tidak dipungkiri kalau di LSM juga bermain kepentingan didalamnya tak ubahnya seperti Partai Politik. Namun tentunya Partai Politik mempunyai peranan yang sangat berbeda dengan LSM.
BAB IV
KESIMPULAN

Lembaga Swadaya Masyarat (LSM) adalah sebuah lembaga non Pemerintah yang mempunyai peranan sebagai jembatan dari masyarakat terhadap Pemerintah. Sehingga dari hal tersebut lembaga ini mempunyai peranan yang sangat kuat sebagai kekuatan politik di Indonesia yang dapat melakukan pengawasan sehingga menciptakan check and balances, dan juga memiliki peranan untuk memonitoring segala kegiatan Pemerintah dan berhak melakukan protes bila hal tersebut dinilai tidak baik dan tidak sejalan dengan tujuan masyarakat.
LSM juga dapat mempengaruhi dan mengubah arah kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Seperti pada kasus yang telah kelompok kami analisis pada bab sebelumnya. Sehingga  peran dan fungsinya sebagai kekuatan politik ada dan sangat berpengaruh dalam kehidupan bernegara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU
Gaffar, Affan.  2002. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jordan, Lisa dan Peter Van Tuijl, 2009 Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia.
KORAN
Hengki Seprihadi, 2001. 29 Oktober. Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri Gubernur. Koran Harian Tribun Pekanbaru. Hlm 2.
M. Dawan Rahardjo. 1994. 9 November. Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4.




1 Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009, hlm. 226.
2 Ibid,. hlm. 230.
3 M. Dawan Rahardjo. 1994. 9 November. Tiga Dasar Teori tentang LSM. Harian Umum Republika, hlm 4.
4 Afan Gaffar, Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm.204
5 Ibid,.
5 Hengki Seprihadi, 2001. 29 Oktober. Panwaslu Selidiki Penggunaan APBD Oleh Istri Gubernur. Koran Harian Tribun Pekanbaru. Hlm 2.
6 Lisa Jordan dan Peter Van Tuijl, Op. Cit,. Hlm 246-247.